Selasa, 09 April 2019

Makalah Pengertian Dan Dasar-Dasar Akhlak Tasawuf PAI Semester 1

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang, kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehinga kami bisa dapat menyelesaikan makalah Akhlak dan Tasawuf ini.
Makalah ilmiah ini telah kami buat dan kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari pihak sehingga dapaat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki Makalah ilmiah ini.
Akhir kata, berharap semoga makalah tentang akhlak tasawuf ini dapat memberikan manfaat maupun insprasi terhadap pembaca.

Pekalongan, 12 September 2016

Penyusun,




BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhuk paling sempurna yang Allah ciptakan, karena manusia di ciptakan dengan segala anugrah dan karunia yang tidak dimiliki oleh makhluk Allah lan manapun. Allah memberikan karunia terbesarnya kepada manusia yaitu berupa akal pikiran, yang dengannya manusia dapat bertindak dan berbuat sesuai dengan apa yang menjadi kodrat makhluk Allah swt.
            Dengan akal pikiran, manusia pun dapat bergaul dengan sesamanya atau bahkan menyayangi makhluk-makhluk ciptaan Allah lainnya. Manusia dapat membedakan mana yang haq dan mana yang batil. Manusia dapat memahami mana yang berbuah pahala dan mana yang berbuah dosa. Segala perilaku manusia inilah yang mencerminkan manusia itu berakhlak terpuji atau tercela. Akhlak inilah yang menjadi dasar kebahagiaan hidup manusia. Apabila manusia itu selalu berbuat baik atau berakhlak terpuji, niscaya kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat pun akan di dapatinya. Sebaliknya, apabila manusia itu berbuat jahat atau berakhlak tercela, kerugian dan atau bahkan laknat Allah akan menimpa dirinya.
            Oleh karena itu, Pentingnya berakhlak baik harus selalu di prioritaskan dalam kehidupan. Dengan mengenal apa itu akhlak dan apa yang mendasari akhlak yang harus kita jaga sebagai seorang ahlussunnah wal jamaah seseorang akan mengenali dirinya dan pada akhirnya mengenal siapa tuhannya. Marilah kita bahas bersama mengenai hal tersebut
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian Akhlak Tasawuf?
2.      Bagaimana perbedaan antara Akhlak, Etika, Moral dan Susila?
3.      Apakah dasar-dasar Akhlak Tasawuf?

BAB II
MATERI
A.    PENGERTIAN AKHLAK TASAWUF
Pengertian Akhlak secara etimologi adalah akhlak yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang artimya menciptakan.Kemudian seakar dengan kata khaliq (Pencipta) makhluk (yang di ciptakan) dan khalq (Penciptaan).[1]
            Sementara itu dari sudut pandang terminologi (istilah), ada banyak ulama’ yang berpendapat tentang definisi akhlak. Diantaranya sebagai berikut :
1.      Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2.      Ibrahim Anis
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya muncul macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
3.      Ibnu Maskawih
Akhlak atau Khuluq ialah keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pemikiran.
4.      Ahmad Amin
(Al-khulqu ‘adatun iraadat). Khuluq ialah membiasakan kehendak.
5.      Zakki Mubarak
Beliau menegaskan bahwa arti kehendak itu adalah sesuatu yang membangkitkan hati pada apa yang ia ketahui yang sesuai dengan tujuan, baik itu tujuan sementara atau pun tujuan yang akan datang.

Dari beberapa definisi di atas di sepakati bahwa akhlak itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga ia akan muncul secara spontan apabila di butuhkan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. [2]
Dalam pembahasan tentang akhlak sering muncul berbagai istilah yang bersinonim dengan akhlak, yakni istilah etika, moral, dan susila. Di lihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa akhlak, etika, moral, dan susila memiliki arti yang sama. Yaitu, sama-sama menentukan hukum atau nilai dar suatu perbuatan yang di lakukan oleh manusia untuk di tentukan baik buruknya. Semua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, nyaman, aman, damai dan tentram sehingga akan mencapai sejahtera secara batiniah dan lahiriah.
Sedangkan perbedan antara akhlak, etika, moral, dan susila terletak pada sumber yang di jadikan rujukan dan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Dalam etika, penilaian baik dan buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, moral, dan susila berdasar pada kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat. Akan tetapi, dalam akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk adalah Alqur’an dan Hadits Rasulullah saw.[3]
Sementara itu, pengertian Tasawuf secara etmologi, kata tasawuf mempunyai beberapa makna yang berbeda. Perbedaan makna ini disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat para ahli dalam mencari sumber asli kata sufi itu. Harun Nasution menyebutkan beberapa pendapat tentang asal-usul kata sufi, yaitu :
1.    Ahl al-suffah , yaitu orang-orang yang ikut pindah/hijrah dengan Nabi dari Makkah ke Maadinah. Mereka tidak mempunyai harta, miskin, tinggal di Masjid dan tidur diatas bangku batu dengan pelana (suffah) sebagai bantal tetapi meskipun miskin, mereka dinilai memiliki hati yang baik dan mulia. Itulah sifat kaum sufi yaitu “miskin tapi berhati baik”.
2.    Saf yaitu barisan pertama dalam shalat jamaah dan karena itu kaum sufi memperoleh kemuliaan dari Allah. Mereka berada dalam barisan pertama dihadapan Allah.
3.    Sufi yaitu suci. Seorang sufi adalah orang yang disucikan dan kaum sufi adalah orang-orang yang telah mencusikan dirinya melalui latihan yang berat dan lama.
4.      Sophos, kata Yunani yang berarti hikmah sebagaimana dijumpai dalam kata philoshophia, hanya saja huruf s dalam shopos ditransliterasikan ke dalam bahasa Arab menjadi sin dan buka shod sebagaimana dapat dilihat dalam kata filsafah dari kata philosophia. Sedangkan sufi ditulis dengan shoufa dan bukan saufa.
5.      Suf, kain yang terbuat dari bulu wol. Hanya saja kain wol yang dipakai oleh kaum sufi adalah kain wolmyang kasar dan bukan kain wol yang halus seperti sekarang. Memaki wol kasar pada waktu itu adalah simbol kesederhanaan dan kemiskinan.[4]
Seperti halnya dalam etimologi, pengertian tasawuf dalam terminologi juga beragam. Keragaman pengertian tasawuf tersebut karena pengertian yang di kemukakan oleh para sufi merupakan gambaran pengalaman batn mereka dalam melakukan hubungan dengan tuhan. Dengan kata lain, berbicara tentang tasawuf, faktor rasa lebih dominan daripada faktor rasio, di karenakan rasio terkadang kurang dapat menangkap ungkapan perasaan.[5]

B.     DASAR-DASAR AKHLAK TASAWUF  
Kajian tentang tasawuf semakin banyak diminati orang. Sebagai bukti, misalnya, semakin banyaknya buku yang membahas tasawuf yang banyak kita temui telah mengisi berbagai perpustakan terutama di Negara-negara yang berpenduduk muslim, juga Negara-negara barat sekalipun yang mayoritas masyarakatnya adalah nonmuslim.
Tingkat ketertarikan mereka tidak dapat diklaim sebagai sebuah penerimaan bulat-bulat terhadap tasawuf. Ketertarikan mereka terhadap tasawuf dapat dilihat pada dua kecenderungan, yaitu pertama karena kecenderungan terhadap kebutuhan fitrah atau naluriah; Kedua, karena kecenderungan pada persoalan akademis. Kecenderungan pertama mengisyaratkan bahwa manusia membutuhkan sentuhan-sentuhan spiritual atau rohani. Kecenderungan kedua mengisyaratkan bahwa kajian tasawuf menarik untuk dikaji secara akademis-keilmuan. Untuk melihat dasar-dasar tentang tasawuf, dalam kajian ini penulis akan mengetahkan landasan-landasan naqli dari tasawuf. Landasan naqli yang kami maksudkan adalah landasan Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Kami memandang perlu menyajikan kedua landasan ini karena Al-Qur’an dan Al-Hadis merupakan kerangka acuan pokok yang selalu dipegang umat islam.
1.      Landasan Al-Qur’an
Tasawuf pada awal pembentukannya adalah akhlak atau keagamaan, dan moral keagamaan ini banyak diatur dalm Al-Quran dan As-Sunnah. Jelaslah bahwa sumber pertamanya adalah ajaran-ajaran islam. Sebab tasawuf ditimba dari Al-Quran dan As-Sunnah, dan amalan-amalan serta ucapan para sahabat. Amalan serta ucapan para sahabat itu tentu saja tidak keluar dari ruang lingkup Al-Quran dan As-Sunnah.
Dengan begitu, justru dua sumber utama tasawuf adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Al-Quran merupakan kitab Allah SWT. Yang di dalamnya terkandung muatan-muatan ajaran Islam, baik akidah , syariah, maupun muamalah .ketiga muatan tersebut banyak tercermin dalam ayat-ayat yang termaktub dalam Al-Quran. Ayat-ayat Al-Quran itu, di satu sisi memang perlu dipahami secara tektual-lahiriah, tetapi di sisi lain, ada juga yang perlu dipahami secara kontektual-rohaniah. Sebab jika dipahami hanya secara lahiriah, ayat-ayat Al-Quran akan terasa kaku, kurang dinamis, dan tidak mustahil akan ditemukan persoalan yang tidak dapat diterima secara psikis. Secara umum. Ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan batiniah.
Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada gilirannya melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam. Al-Quran dam As-Sunnah, serta praktik kehidupan Nabi Muhammmad SAW dan para sahabatnya. Al-Quran antara lain berbicara tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai (mahabbah) dengan Tuhan.
Hal itu misalnya difirmankan Allah SWT dalam Al-Quran. Artinya: wahai orang-orang yang beriman ! Barang siapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan merekanpun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya ), Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Ma’idah [5]:54).
Dalam Al-Quran, Allah SWT pun memerintahkan manusia agar senantiasa bertobat, membersihkan diri, dan memohon ampunnan kepada-Nya sehingga memperoleh cahaya dari-Nya.
2.      Landasan Hadits
Dalam hadits Rasulullah SAW banyak dijumpai keterangan yang berbicara tentang kehidupan rohaniah manusia. Berikut ini beberapa matan hadis yang dapat dipahami dengan pendekatan tasawuf. Artinya “barang siapa yang mengenal dirinya, maka akan mengenal Tuhannya” Hadis ini di samping melukiskan kedekatan hubungan antara Tuhan dan manusia, sekalipun mengisyaratkan arti bahwa manusia dan Tuhan adalah satu. Jadi barang siapa yang ingin mengenal Tuhan cukup mengenal dan merenungkan perihal dirinya sendiri.
 Dasar-dasar tasawuf baik Al-Quran , Al-Hadis, maupun teladan dari para sahabat, ternyata merupakan benih-benih tasawuf dalam kedudukannya sebagai ilmu tentang tingkatan (maqomat), dan keadaan ( ahwal). Dengan kata lain, ilmu tentang moral dan tingkah laku manusia terdapat rujukannya dalam Al-Quran, bahwa pertumbuhan pertamanya, tasawuf ternyata ditimba dari sumber Al-Quran.[6]















                                                                                                    

BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP

Akhlak Tasawuf adalah suatu bidang ilmu studi perilaku manusia yang tidak dapat di definisikan secara detail dan jelas, karena berbicara pada ma’rifat atau tingkatan ilmu maqamat seseorang dalam hati yang terdalam. Akhlak Tasawuf mempunyai dasar-dasar dalam berprilaku yang benar-benar sesuai dengan dalil-dalil Al-quran maupun hadits. Sehingga, dalam pengamalannya pun mencerminkan apa yang ada dalam dalil-dalil tersebut.
Singkat kiranya kami membahas tentang pengertian Akhlak Tasawuf dan Dasar-Dasarnya. Kami mengucapkan maaf dan terima kasih atas partisipasi pembaca makalah ini, akhir kata.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.















DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Nur. 2013. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: Ombak.
Nata, Abuddin. 2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
http://www.kompasiana.com/dhiasyarafanaislamy/pengertian-dasar-akhlak-tasawuf-persamaan-perbedaannya-dengan-etika-dan-moral

Zuhri, Amat. 2010. Ilmu Tasawuf. Pekalongan: Gama Media Yogyakarta.


[1] Nur Hidayat, M.Ag.,Akhlak Tasawuf (Yogyakarta: Ombak, 2013),hlm.1
[2] Ibid., hlm.4-8
[3] Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009),hlm. 97-98
[4] Amat Zuhri, M. Ag.,Ilmu Tasawuf cet. IV (Pekalongan: Gama Media Yogyakarta, 2010),hlm. 1-2
[5] Ibid.,hlm. 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar