KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang,
kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kami, sehinga kami bisa dapat menyelesaikan makalah Akhlak dan Tasawuf ini.
Makalah ilmiah ini telah kami buat dan kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari pihak sehingga dapaat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki Makalah ilmiah ini.
Akhir kata, berharap semoga makalah tentang akhlak tasawuf ini dapat memberikan manfaat maupun insprasi terhadap pembaca.
Pekalongan, 12 September 2016
Penyusun,
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhuk paling sempurna yang Allah
ciptakan, karena manusia di ciptakan dengan segala anugrah dan karunia yang
tidak dimiliki oleh makhluk Allah lan manapun. Allah memberikan karunia
terbesarnya kepada manusia yaitu berupa akal pikiran, yang dengannya manusia
dapat bertindak dan berbuat sesuai dengan apa yang menjadi kodrat makhluk Allah
swt.
Dengan
akal pikiran, manusia pun dapat bergaul dengan sesamanya atau bahkan menyayangi
makhluk-makhluk ciptaan Allah lainnya. Manusia dapat membedakan mana yang haq
dan mana yang batil. Manusia dapat memahami mana yang berbuah pahala dan mana
yang berbuah dosa. Segala perilaku manusia inilah yang mencerminkan manusia itu
berakhlak terpuji atau tercela. Akhlak inilah yang menjadi dasar kebahagiaan
hidup manusia. Apabila manusia itu selalu berbuat baik atau berakhlak terpuji,
niscaya kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat pun akan di dapatinya.
Sebaliknya, apabila manusia itu berbuat jahat atau berakhlak tercela, kerugian
dan atau bahkan laknat Allah akan menimpa dirinya.
Oleh
karena itu, Pentingnya berakhlak baik harus selalu di prioritaskan dalam
kehidupan. Dengan mengenal apa itu akhlak dan apa yang mendasari akhlak yang
harus kita jaga sebagai seorang ahlussunnah wal jamaah seseorang akan mengenali
dirinya dan pada akhirnya mengenal siapa tuhannya. Marilah kita bahas bersama
mengenai hal tersebut
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah pengertian Akhlak Tasawuf?
2.
Bagaimana perbedaan antara Akhlak, Etika, Moral dan Susila?
3.
Apakah dasar-dasar Akhlak Tasawuf?
BAB II
MATERI
A. PENGERTIAN AKHLAK TASAWUF
Pengertian Akhlak secara
etimologi adalah akhlak yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang
artimya menciptakan.Kemudian seakar
dengan kata khaliq (Pencipta) makhluk
(yang di ciptakan) dan khalq (Penciptaan).[1]
Sementara
itu dari sudut pandang terminologi (istilah), ada banyak ulama’ yang
berpendapat tentang definisi akhlak. Diantaranya sebagai berikut :
1.
Imam Al-Ghazali
Akhlak
adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa dari padanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
2.
Ibrahim Anis
Akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya muncul macam-macam
perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
3.
Ibnu Maskawih
Akhlak
atau Khuluq ialah keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan
dengan tidak menghajatkan pemikiran.
4.
Ahmad Amin
(Al-khulqu ‘adatun iraadat). Khuluq ialah
membiasakan kehendak.
5.
Zakki Mubarak
Beliau
menegaskan bahwa arti kehendak itu adalah sesuatu yang membangkitkan hati pada
apa yang ia ketahui yang sesuai dengan tujuan, baik itu tujuan sementara atau
pun tujuan yang akan datang.
Dari beberapa definisi di atas
di sepakati bahwa akhlak itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia,
sehingga ia akan muncul secara spontan apabila di butuhkan, tanpa memerlukan
pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari
luar. [2]
Dalam pembahasan tentang akhlak
sering muncul berbagai istilah yang bersinonim dengan akhlak, yakni istilah etika, moral, dan susila. Di lihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa
akhlak, etika, moral, dan susila memiliki arti yang sama. Yaitu, sama-sama
menentukan hukum atau nilai dar suatu perbuatan yang di lakukan oleh manusia
untuk di tentukan baik buruknya. Semua istilah tersebut sama-sama menghendaki
terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, nyaman, aman, damai dan
tentram sehingga akan mencapai sejahtera secara batiniah dan lahiriah.
Sedangkan perbedan antara
akhlak, etika, moral, dan susila terletak pada sumber yang di jadikan rujukan
dan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Dalam etika, penilaian baik dan buruk
berdasarkan pendapat akal pikiran, moral, dan susila berdasar pada kebiasaan
yang berlaku umum di masyarakat. Akan tetapi, dalam akhlak ukuran yang
digunakan untuk menentukan baik buruk adalah Alqur’an dan Hadits Rasulullah
saw.[3]
Sementara itu, pengertian
Tasawuf secara etmologi, kata tasawuf mempunyai
beberapa makna yang berbeda. Perbedaan makna ini disebabkan oleh adanya
perbedaan pendapat para ahli dalam mencari sumber asli kata sufi itu. Harun Nasution menyebutkan beberapa pendapat tentang
asal-usul kata sufi, yaitu :
1.
Ahl al-suffah , yaitu orang-orang yang ikut pindah/hijrah dengan Nabi dari
Makkah ke Maadinah. Mereka tidak mempunyai harta, miskin, tinggal di Masjid dan
tidur diatas bangku batu dengan pelana (suffah) sebagai bantal tetapi meskipun
miskin, mereka dinilai memiliki hati yang baik dan mulia. Itulah sifat kaum
sufi yaitu “miskin tapi berhati baik”.
2.
Saf yaitu barisan pertama dalam shalat jamaah dan karena itu kaum sufi
memperoleh kemuliaan dari Allah. Mereka berada dalam barisan pertama dihadapan
Allah.
3.
Sufi yaitu suci. Seorang sufi adalah orang yang disucikan dan kaum sufi
adalah orang-orang yang telah mencusikan dirinya melalui latihan yang berat dan
lama.
4.
Sophos, kata Yunani yang berarti hikmah sebagaimana dijumpai dalam kata philoshophia, hanya saja huruf s dalam shopos ditransliterasikan ke dalam
bahasa Arab menjadi sin dan buka shod sebagaimana dapat dilihat dalam kata
filsafah dari kata philosophia.
Sedangkan sufi ditulis dengan shoufa dan bukan saufa.
5.
Suf, kain yang terbuat dari bulu wol. Hanya saja kain wol yang dipakai oleh
kaum sufi adalah kain wolmyang kasar dan bukan kain wol yang halus seperti
sekarang. Memaki wol kasar pada waktu itu adalah simbol kesederhanaan dan
kemiskinan.[4]
Seperti halnya dalam etimologi, pengertian tasawuf dalam
terminologi juga beragam. Keragaman pengertian tasawuf tersebut karena
pengertian yang di kemukakan oleh para sufi merupakan gambaran pengalaman batn
mereka dalam melakukan hubungan dengan tuhan. Dengan kata lain, berbicara
tentang tasawuf, faktor rasa lebih dominan daripada faktor rasio, di karenakan
rasio terkadang kurang dapat menangkap ungkapan perasaan.[5]
B.
DASAR-DASAR AKHLAK TASAWUF
Kajian tentang tasawuf semakin banyak diminati orang. Sebagai bukti, misalnya, semakin banyaknya
buku yang membahas tasawuf yang banyak kita temui telah mengisi berbagai
perpustakan terutama di Negara-negara yang berpenduduk muslim, juga
Negara-negara barat sekalipun yang mayoritas masyarakatnya adalah nonmuslim.
Tingkat ketertarikan mereka tidak dapat diklaim
sebagai sebuah penerimaan bulat-bulat terhadap tasawuf. Ketertarikan mereka
terhadap tasawuf dapat dilihat pada dua kecenderungan, yaitu pertama karena
kecenderungan terhadap kebutuhan fitrah atau naluriah; Kedua, karena kecenderungan
pada persoalan akademis. Kecenderungan pertama mengisyaratkan bahwa manusia
membutuhkan sentuhan-sentuhan spiritual atau rohani. Kecenderungan kedua
mengisyaratkan bahwa kajian tasawuf menarik untuk dikaji secara
akademis-keilmuan. Untuk melihat dasar-dasar tentang tasawuf, dalam kajian ini
penulis akan mengetahkan landasan-landasan naqli dari tasawuf. Landasan naqli
yang kami maksudkan adalah landasan Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Kami
memandang perlu menyajikan kedua landasan ini karena Al-Qur’an dan Al-Hadis
merupakan kerangka acuan pokok yang selalu dipegang umat islam.
1.
Landasan
Al-Qur’an
Tasawuf pada awal pembentukannya adalah akhlak atau keagamaan, dan moral
keagamaan ini banyak diatur dalm Al-Quran dan As-Sunnah. Jelaslah bahwa sumber
pertamanya adalah ajaran-ajaran islam. Sebab tasawuf ditimba dari Al-Quran dan
As-Sunnah, dan amalan-amalan serta ucapan para
sahabat. Amalan serta ucapan para sahabat itu tentu
saja tidak keluar dari ruang lingkup Al-Quran dan As-Sunnah.
Dengan begitu, justru dua sumber utama tasawuf adalah Al-Quran dan
As-Sunnah. Al-Quran merupakan kitab Allah SWT. Yang di dalamnya terkandung
muatan-muatan ajaran Islam, baik akidah , syariah, maupun muamalah .ketiga
muatan tersebut banyak tercermin dalam ayat-ayat yang termaktub dalam Al-Quran.
Ayat-ayat Al-Quran itu, di satu sisi memang perlu dipahami secara
tektual-lahiriah, tetapi di sisi lain, ada juga yang perlu dipahami secara
kontektual-rohaniah. Sebab jika dipahami hanya secara lahiriah, ayat-ayat
Al-Quran akan terasa kaku, kurang dinamis, dan tidak mustahil akan ditemukan
persoalan yang tidak dapat diterima secara psikis. Secara umum. Ajaran islam
mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan batiniah.
Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada gilirannya
melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam. Al-Quran dam As-Sunnah, serta praktik kehidupan Nabi
Muhammmad SAW dan para sahabatnya. Al-Quran antara lain berbicara tentang
kemungkinan manusia dapat saling mencintai (mahabbah) dengan Tuhan.
Hal itu misalnya difirmankan Allah SWT dalam Al-Quran. Artinya: wahai
orang-orang yang beriman ! Barang siapa di antara kamu yang murtad (keluar)
dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai
mereka dan merekanpun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang
yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad
di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Mahaluas (pemberian-Nya ), Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Ma’idah [5]:54).
Dalam Al-Quran, Allah SWT pun memerintahkan manusia agar senantiasa
bertobat, membersihkan diri, dan memohon ampunnan kepada-Nya sehingga
memperoleh cahaya dari-Nya.
2.
Landasan
Hadits
Dalam hadits Rasulullah SAW banyak dijumpai
keterangan yang berbicara tentang kehidupan rohaniah manusia. Berikut ini
beberapa matan hadis yang dapat dipahami dengan pendekatan tasawuf. Artinya
“barang siapa yang mengenal dirinya, maka akan mengenal Tuhannya” Hadis ini di
samping melukiskan kedekatan hubungan antara Tuhan dan manusia, sekalipun
mengisyaratkan arti bahwa manusia dan Tuhan adalah satu. Jadi barang siapa yang
ingin mengenal Tuhan cukup mengenal dan merenungkan perihal dirinya sendiri.
Dasar-dasar tasawuf baik Al-Quran , Al-Hadis,
maupun teladan dari para sahabat, ternyata merupakan benih-benih tasawuf dalam
kedudukannya sebagai ilmu tentang tingkatan (maqomat), dan keadaan ( ahwal). Dengan kata lain, ilmu tentang
moral dan tingkah laku manusia terdapat rujukannya dalam Al-Quran, bahwa pertumbuhan pertamanya, tasawuf ternyata
ditimba dari sumber Al-Quran.[6]
BAB III
KESIMPULAN DAN
PENUTUP
Akhlak Tasawuf adalah suatu
bidang ilmu studi perilaku manusia yang tidak dapat di definisikan secara
detail dan jelas, karena berbicara pada ma’rifat atau tingkatan ilmu maqamat
seseorang dalam hati yang terdalam. Akhlak Tasawuf mempunyai dasar-dasar dalam
berprilaku yang benar-benar sesuai dengan dalil-dalil Al-quran maupun hadits.
Sehingga, dalam pengamalannya pun mencerminkan apa yang ada dalam dalil-dalil
tersebut.
Singkat kiranya kami membahas
tentang pengertian Akhlak Tasawuf dan Dasar-Dasarnya. Kami mengucapkan maaf dan
terima kasih atas partisipasi pembaca makalah ini, akhir kata.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Nur. 2013. Akhlak
Tasawuf. Yogyakarta: Ombak.
Nata, Abuddin. 2009. Akhlak
Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
http://www.kompasiana.com/dhiasyarafanaislamy/pengertian-dasar-akhlak-tasawuf-persamaan-perbedaannya-dengan-etika-dan-moral
Zuhri, Amat. 2010. Ilmu
Tasawuf. Pekalongan: Gama Media Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar