Selasa, 09 April 2019

Makalah Tata Cara Wudlu dan Tayamum Makul Fiqh Syariat Semester 1


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang, kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah memberikan karunia kenikmatan kepada kami. Sehinga, kami dapat menyelesaikan makalah Fiqih (Wudlu dan Tayamum) ini.
Makalah ilmiah ini telah kami buat dan kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata, berharap semoga makalah tentang Fiqih (Wudlu dan Tayamum) ini dapat memberikan manfaat maupun insprasi terhadap pembaca.


Pekalongan, 20 September 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Beribadah kepada Allah swt, adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim. Dengan beribadah seorang muslim akan memperoleh berbagai keutamaan sebagai hamba Rabb-nya. Salah satu syarat bagi setiap muslim yang hendak menghambakan dirinya kepada Allah swt dengan beribadah adalah suci.
Kesucian diri dan jiwa seseorang akan menghantarkan seorang muslim mendapatkan keutamaan-keutamaan tersebut. Kesucian jiwa seseorang memanglah sulit untuk dianalisa atau di ketahui, baik itu suci secara lahiriah maupun batiniah. Namun, hendaknya apabila suci secara batiniah itu masih sangat sulit dimiliki seseorang, suci secara lahiriah haruslah mudah untuk dimiliki atau dilakukan. Karena, suci secara lahiriah mudah untuk dilakukan, yakni dengan cara wudlu, tayamum, dan mandi wajib.
Sehubungan dengan hal tersebut, pembahasan mengenai wudlu, tayamum, atau bahkan mandi wajib perlu adanya dibahas. Supaya seseorang muslim dapat mengetahui secara jelas dan mengamalkannya dengan mudah. Dalam kesempatan ini, kami ingin memberikan pemaparan makalah mengenai wudlu dan tayamum.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian wudlu dan tayamum ?
2.      Apakah hukum wudlu dan tayamum ?
3.      Apakah rukun, sunnah wudlu dan tayamum ?
4.      Bagaimanakah tata cara wudlu dan tayamum ?
5.      Apakah hal-hal yang membatalkan wudlu dan tayamum ?


BAB II
PEMBAHASAN

1.      PENGERTIAN WUDLU DAN TAYAMUM
Wudlu secara bahasa berarti kebersihan dan secara istilah berarti mempergunakan air pada beberapa anggota badan tertentu dengan cara tertentu yang dimulai dengan niat.[1] Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwa wudhu adalah suatu aktivitas yang memnfaatkan adanya air, yang dilakukan sebelum melakukan ibadah untuk menghilangkan semua hadas kecil.
Tayamum menurut bahasa adalah maksud, sedangkan menurut istilah adalah beribadah kepada Allah swt. Dengan debu yang suci. Allah swt. Berfirman : “Sedangkan kamu tidak mendapatkan air, bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci), usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu itu). Sungguh Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun”. (QS. An-Nisa’ (4) : 43). Maksud dari tanah yang baik adalah permukaan bumi, seperti pasir, batu, dan debu. Bahkan Rasulullah saw. bertayamum pada dinding.[2]

2.      HUKUM WUDLU DAN TAYAMUM
Hukum wudhu’ menjadi fardhu atau wajib manakala seseorang akan melakukan hal-hal berikut ini :
a.      Melakukan Shalat
Untuk melakukan shalat diwajibkan berwudhu' baik untuk shalat wajib maupun shalat sunnah. Termasuk juga di dalamnya sujud tilawah. Dalilnya adalah ayat Al-Quran Al-Karim berikut ini :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَين[3]
Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki... (QS. Al-Maidah : 6)
Juga hadits Rasulullah SAW berikut ini :
عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ s قَالَ : لاَ صَلاَةَ لِمَـنْ لاَ وُضُوْءَ لَهُ
Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW bersabda : "Tidak ada shalat kecuali dengan wudhu'’. (HR. Ahmad Abu Daud dan Ibnu Majah)
Shalat kalian tidak akan diterima tanpa kesucian (berwudhu’) (HR. Bukhari dan Muslim)
b.      Menyentuh Mushaf
Jumhur ulama umumnya menyatakan bahwa diharamkan menyentuh mushaf Al-Quran bila seseorang dalam keadaan hadats kecil atau dalam kata lain bila tidak punya wudhu'. Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa haram hukumnya bagi orang yang dalam keadaan hadats kecil, untuk menyentuh mushaf meski pun dengan alas atau batang lidi. Sedangkan Al-Hanafiyah meski mengharamkan sentuhan langsung, namun bila dengan menggunakan alas atau batang lidi hukumnya boleh. Syaratnya alas atau batang lidi itu suci tidak mengandung najis.
لاَ يَمَسُّهُ إِلاَّ المـُطَهَّرُون
“Tidak ada yang menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci”. (QS. Al-Waqi’ah : 79)

Serta hadits Rasulullah SAW berikut ini :
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ رَحِمَهُ اَللَّهُ أَنَّ فِي اَلْكِتَابِ اَلَّذِي كَتَبَهُ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وِسَلَّمَ لِعَمْرِو بْنِ حَزْمٍ: أَنْ لاَ يَمَسَّ اَلْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ
Dari Abdullah bin Abi Bakar bahwa dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah SAW kepada ‘Amr bin Hazm tertulis : “Janganlah seseorang menyentuh Al-Quran kecuali orang yang suci”.(HR. Malik).
Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa keharaman menyentuh mushaf bagi orang yang berhadats kecil ini sudah menjadi pendapat jumhur ulama yang didukung 4 mazhab utama. Artinya, tidak ada khilafiyah di antara keempat mazhab itu tentang haramnya seorang yang berhadats kecil untuk menyentuh mushaf. 
Sedangkan pendapat yang mengatakan tidak haram yaitu pendapat Mazhab Daud Ad-Dzahiri. Dalam pandangan mazhab ini yang diharamkan menyentuh mushaf hanyalah orang yang berhadats besar sedangkan yang berhadats kecil tidak diharamkan. Pendapat senada datang dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu.
c.       Thawaf di Seputar Ka’bah
Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum berwudhu’ untuk thawaf di ka’bah adalah fardhu. Kecuali Al-Hanafiyah. Hal itu didasari oleh hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahw Rasulullah SAW bersabda: ”Thawaf di Ka’bah itu adalah shalat kecuali Allah telah membolehkannya untuk berbicara saat thawaf. Siapa yang mau bicara saat thawaf maka bicaralah yang baik-baik”.(HR. Ibnu Hibban Al-Hakim dan Tirmidzi)
d.      Khutbah Jumat
Dalam pandangan Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah, menyampaikan Khutbah Jumat juga disyaratkan dalam keadaan suci dari hadats kecil. Karena kedudukan Khutbah Jumat merupakan bagian dari Shalat Jumat.[4]

2. Sunnah

Sedangkan yang bersifat sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut ini :

a.      Mengulangi wudhu untuk tiap shalat
Hal itu didasarkan atas hadits Rasulullah SAW yang menyunnahkan setiap akan shalat untuk memperbaharui wudhu’ meskipun belum batal wudhu’nya. Dalilnya adalah hadits berikut ini :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ s قَالَ : لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتهمْ عِنْدَ كُلِّ صَلاةٍ بِوُضُوءٍ وَمَعَ كُلِّ وُضُوءٍ بِسِوَاكٍ رَوَاهُ أَحْمَدُ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ
Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Seandainya tidak memberatkan ummatku pastilah aku akan perintahkan untuk berwudhu pada tiap mau shalat. Dan wudhu itu dengan bersiwak”. (HR. Ahmad dengan isnad yang shahih)
Selain itu disunnah bagi tiap muslim untuk selalu tampil dalam keadaan berwudhu’ pada setiap kondisinya bila memungkinkan. Ini bukan keharusan melainkah sunnah yang baik untuk diamalkan.
وَلَنْ يُحَافِظ عَلَى الوُضُوءِ إِلاَّ المُؤْمِن                                              
Dari Tsauban bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Tidaklah menjaga wudhu’ kecuali orang yang beriman”. (HR. Ibnu Majah Al-Hakim Ahmad dan Al-Baihaqi)
b.      Menyentuh Kitab-kitab Syar’iyah
Seperti kitab tafsir hadits aqidah fiqih dan lainnya. Namun bila di dalamnya lebih dominan ayat Al-Quran Al-Karim maka hukumnya menjadi wajib.
c.       Ketika Akan Tidur
Al-Hanafiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah menyatakan bahwa berwudhu’ ketika akan tidur adalah sunnah sehingga seorang muslim tidur dalam keadaan suci. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :
إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شَقِّكَ الأَيْمَن
Dari Al-Barra’ bin Azib bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Bila kamu naik ranjang untuk tidur maka berwudhu’lah sebagaimana kamu berwudhu’ untuk shalat. Dan tidurlah dengan posisi di atas sisi kananmu”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Al-Malikiyah menyatakan bahwa wudhu’ sebelum tidur hukumnya mustahab. Dan dalam salah satu qaul dalam mazhab itu disebutkan bahwa wudhu' junub disunnahkan sebelum tidur.
Sedangkan Al-Baghawi dari kalangan Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa wudhu menjelang tidur bukan merupakan sesuatu yang mustahab.
d.      Sebelum Mandi Janabah
Sebelum mandi janabat disunnahkan untuk berwudhu’ terlebih dahulu. Demikian juga disunnahkan berwudhu’ bila seorang yang dalam keaaan junub mau makan minum tidur atau mengulangi berjimak lagi. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW :
كَانَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُل أَوْ يَنَامَ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ
Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bila dalam keadaan junub dan ingin makan atau tidur beliau berwudhu’ terlebih dahulu seperti wudhu’ untuk shalat. (HR. Ahmad dan Muslim)
Dan dasar tentang sunnahnya berwuhdu bagi suami istri yang ingin mengulangi hubungan seksual adalah hadits berikut ini :
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ
Dari Abi Said al-Khudhri bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Bila kamu berhubungan seksual dengan istrimu dan ingin mengulanginya lagi maka hendaklah berwuhdu terlebih dahulu”.(HR. Jamaah kecuali Bukhari)
e.       Ketika Marah
Untuk meredakan marah ada dalil perintah dari Rasulullah SAW untuk meredakannya dengan membasuh muka dan berwudhu’
“Bila kamu marah hendaklah kamu berwudhu”. (HR. Ahmad dalam musnadnya)
f.       Ketika Membaca Al-Quran
Hukum berwudhu ketika membaca Al-Quran Al-Karim adalah sunnah bukan wajib. Berbeda dengan menyentuh mushaf menurut jumhur. Demikian juga hukumnya sunnah bila akan membaca hadits Rasulullah SAW serta membaca kitab-kitab syariah.
Diriwayatkan bahwa Imam Malik ketika mengimla’kan pelajaran hadits kepada murid-muridnya beliau selalu berwudhu’ terlebih dahulu sebagai takzim kepada hadits Rasulullah SAW.
g.      Ketika Melantunkan Azan dan Iqamat
Para ulama sepakat disunnahkannya wudhu untuk orang yang melakukan adzan. Namun mereka berbeda pendapat bila dilakukan oleh orang yang mengumandangkan iqamat.
h.      Dzikir
Keempat mazhab yaitu Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah sepakat disunnahkannya wudhu ketika berdzikir.
i.        Khutbah
Jumhur ulama mengatakan bahwa wudhu untuk khutbah hukumnya mustahab. Lantaran Nabi SAW tiap selesai khutbah langsung melakukan shalat tanpa berwudhu' lagi. Setidaknya hukumnya menjadi sunnah.
Sedangkan dalam pandangan mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah berwudhu pada khutbah Jumat merupakan syarat sah.
j.        Ziarah Ke Makam Nabi SAW
Para ulama menyepakati bahwa ketika seseorang berziarah ke makam Nabi SAW maka disunnahkan atasnya untuk berwudhu. Berwudhu yang dilakukan itu merupakan bentuk pentakdzhiman atas diri Rasulullah SAW.
Selain itu karena letaknya hari ini yang berada di dalam masjid maka secara otomatis memang sudah disunnahkan untuk berwudhu sebelumnya.[5]
Hukum tayamum didasarkan pada surat An-Nisa ayat 43 :“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan (musafir) atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang suci.”
Ada juga hadist Nabi Muhammad Saw yang mengatakan : “Telah dijadikan bagi kita seluruh bumi ini sebagai masjid dan tanahnya menyucikan.”
Disamping itu umat islam telah sepakat bahwa tayamum berfungsi sebagai pengganti wudhu dan mandi (wajib). Meskipun demikian, sebagian ulama berbeda pendapat dalam masalah tayaamum sebagai pengganti dari hadas besar. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa tayamum tidak bisa menjadi pengganti thaharah besar.  Sedangkan Ali dan para sahabat lain berpedapat bahwa tayamum itu bias menjadi pengganti thaharah besar.  Sebab perbedaan pendapat ini dikarenakan adanya berbagai kemungkinan yang ada dalam ayat tayamum di atas, selain adanya penilaian tidak sahihnya hadist-hadist yang membolehkan tayamum bagi orang junub.
Di samping itu, bertayamum dibenarkan bagi orang sakit karena dikuatirkan penggunaan air akan mengakibatkan kematian, rusak anggota tubuh atau fungsinya, penyakitnya lebih parah, menambah rasa sakit, dan sebagainya. Kekuatiran ini dapat didasarkan atas pengetahuannya sendiri atau keterangan dokter  yang adil. Tayamum juga dibenarkan bagi orang yang memiliki air tetapi air itu diperlukan untuk minum manusia dan hewan. Kondisi ini dianggap tidak dapat menggunakan air.[6]
3.      RUKUN, SUNNAH WUDLU DAN TAYAMUM
·         Rukun Wudlu
1.      Niat, pertama anda harus berniat dengan sungguh-sungguh untuk melakukan wudhu. Niat ada yang dilafalkan dan ada yang hanya di dalam hati atau tanpa melafalkannya. Lafal niat wudhu “Bismillahirrahmanirrahiim, nawaitu wudhuu’a liraf’il hadasil ashghari fardhan lillaahi ta’alaa”.
2.      Membasuh muka, membasuh seluruh muka sebanyak tiga kali. Batas muka adalah hingga perbatasan antara muka dan rambut di kepala hingga dagu. Jika anda orang yang berjenggot sebaiknya anda membersihkan celah-celah rambut jenggot dengan jari tangan.
3.      Membasuh kedua tangan, membasuh tangan sampai siku sebanyak tiga kali dan dimulai dari tangan kanan dahulu.
4.      Membasuh sebagian kepala, caranya dengan membasahi kedua telapak tangan dengan air, lalu mengusapkannya ke kepala mulai dari depan ke belakang.
5.      Membasuh kedua kaki, membasuh kaki hingga mata kaki sebanyak tiga kali. Juga membersihkan sela-sela jari kaki, hal ini bertujuan tuk menghilankan kotoran dan kuman yang terdapat pada celah-celah jari kaki.
6.      Tertib, yaitu tidak memdahulukan bagian yang satu dengan bagian yang lainnya atau sesuai urutan fardhu wudhu.
Itulah 6 rukun wudhu yang wajib dilakukan oleh orang islam ketika hendak melaksanakan ibadah sholat. Perlu anda ketahui tata cara wudhu tidak dapat dibolak-balik sesuka hati.[7]
·         Sunnah Wudlu
-          Membaca basmalah (Bismillaahir-rahmaanir-rahiim) pada permulaan berwudhu, hal ini wajib dilakukan ketikan anda berwudhu.
-          Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan, membasuhnya dengan pelan-pelan dan memastikan semuanya bersih.
-          Berkumur-kumur, berkumur untuk membersihkan kotoran atau sisa makanan yang tersisa di mulut hingga bersih sebanyak tiga kali.
-          Membasuh lubang hidung sebelum berniat, hal ini bertujuan untuk membersihkan kotoran yang ada pada hidung.
-          Menyapu seluruh kepala dengan air
-          Mendahulukan anggota tubuh kanan daripada kiri
-          Menyapu kedua telinga luar dan dalam
-          Menigakalikan membasuh
-          Menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki
-          Membaca do’a sesudah wudhu[8]
·         Syarat-syarat Tayamum
a.       Menggunakan debu yang suci, yang belum digunakan untuk bersuci, dan tidak tercampur dengan sesuatu.
b.      Mengusap wajah dan kedua tangan.
c.       Terlebih dahulu menghilangkan najis.
d.      Telah masuk waktu sholat.
e.       Tayamum hanya untuk sekali shalat fardhu.
·         Rukun Tayamum
a.       Niat.
b.      Memindahkan debu dari tempatnya ke wajah dan tangan.
c.       Mengusap muka dengan debu dengan sekali usap.
d.      Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku dengan debu sekali usap.
e.       Tertib (berurutan).
·         Sunah Tayamum
a.       Membaca basmalah
b.      Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri
c.       Menepiskan debu.[9]
4.      TATA CARA WUDLU DAN TAYAMUM
Tata Cara Wudlu
1.      Niat ketika pertama membasuh muka
2.      Membasuh muka 3 kali (batas muka: mulai dari tempat tumbuhnya rambut hingga bawah dagu dan dari telinga kanan sampai telinga kiri)
3.      Membasuh kedua tangan serta kedua kedua sikunya 3 kali
4.      Mengusap sebagian kepala 3 kali
5.      Mengusap kedua telinga 3 kali (ini sunah)
6.      Membasuh kedua kaki serta mata kakinya 3 kali
7.      Tertib (berurutan).
Tata Cara Tayamum
1.      Niat.
2.      Memindahkan debu dari tempatnya ke wajah dan tangan.
3.      Mengusap muka dengan debu dengan sekali usap.
4.      Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku dengan debu sekali usap.
5.      Tertib (berurutan).[10]

5. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDLU DAN TAYAMUM
·         Hal-hal yang dapat membatalkan wudhu ada 4 yaitu:
1.      Keluarnya sesuatu dari kelamin atau anus kecuali air mani
2.      Hilangnya akalnya (ingatannya) sebab: tidur,gila,mabuk dan pitam (ayan).(tidur yang tidak membatalkan wudhu ialah tidurnya orang yang menetapkan duduknya diatas tanah yang tidak mungkin bisa kentut)
3.      Tersentuhnya kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrramnya dengan tidak memakai pengalang
4.      Menyentuh kelamin atau anus dengan batinnya telapak tangan da jari-jarinya (yang dinamakan dengan batinya: apabila kedua tangan dihimpitkan).
·         Hal-hal yang dapat membatalkan tayamun, yaitu:
1.      Segala yang membatalkan wudhu
2.      Melihat air sebelum sholat, kecuali sakit
3.      Murtad  [11]


BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Pentingnya menjaga kesucian diri kita secara lahiriah telah di bahas secara lebih detail di atas, dapat disimpulkan bahwa Wudlu merupakan hal yang menjamin syarat sahnya sholat sebagai ibadah mahdhah yang utama. Tanpa mempunyai wudlu sholat seorang muslim dapat dikatakan tidak sah. Mengenai hal-hal darurat dalam wudlu, bisa digantikan dengan bertayamum.
Semua tentang wudlu dan tayamum telah kami bahas dalam makalah ini. Apabila terdapat kekurangan dalam penyampaian dan penjelasan makalah ini, kami mengucapkan maaf.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi untuk makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.










DAFTAR PUSTAKA
Sa’di, Adil. 2008. Fiqhun-Nisa Thaharah-Sholat.Bandung: PT. Mizan Publika.
Rifa’i, Moh. 2013. Risalah Tuntunan Sholat Lengkap.Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Abbas, Abdullah. 2013. Fiqih Thaharah Tata Cara Dan Hikmah Bersuci Dalam Islam.Tangerang: Lentera Hati.
            www.fiqihkehidupan.com
            http://www.artikelsiana.com/2015/10/pengertian-tayamum-niat-tata-cara.html
      www.eramuslim.com


[1] Abdullah Abbas, Fiqih Thaharah Tata Cara Dan Bersuci dalam Islam,(Tangerang: Lentera Hati,2013),hlm. 52
[2] Adil Sa’di, Fiqhun-Nisa Thaharah-Sholat,(Bandung: PT. Mizan Publika,2008),cet:1,hlm. 56
[8] www.dakwahmuslimah.com,(20160917: 6:00)
[9]Drs.Moh.Rifai, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap (Semarang: PT Karya Toha Putra, 2013), hlm.23
[10] Ibid.,hlm. 24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar