KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang,
kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah memberikan karunia
kenikmatan kepada kami. Sehinga, kami dapat menyelesaikan
makalah Fiqih (Wudlu dan Tayamum) ini.
Makalah
ilmiah ini telah kami buat dan kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas
dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah
ilmiah ini.
Akhir kata, berharap
semoga makalah tentang Fiqih (Wudlu dan
Tayamum) ini dapat memberikan manfaat maupun
insprasi terhadap pembaca.
Pekalongan, 20 September 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Beribadah kepada Allah swt,
adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim. Dengan beribadah seorang muslim akan
memperoleh berbagai keutamaan sebagai hamba Rabb-nya. Salah satu syarat bagi
setiap muslim yang hendak menghambakan dirinya kepada Allah swt dengan
beribadah adalah suci.
Kesucian diri dan jiwa
seseorang akan menghantarkan seorang muslim mendapatkan keutamaan-keutamaan
tersebut. Kesucian jiwa seseorang memanglah sulit untuk dianalisa atau di
ketahui, baik itu suci secara lahiriah maupun batiniah. Namun, hendaknya
apabila suci secara batiniah itu masih sangat sulit dimiliki seseorang, suci
secara lahiriah haruslah mudah untuk dimiliki atau dilakukan. Karena, suci
secara lahiriah mudah untuk dilakukan, yakni dengan cara wudlu, tayamum, dan
mandi wajib.
Sehubungan dengan hal tersebut,
pembahasan mengenai wudlu, tayamum, atau bahkan mandi wajib perlu adanya
dibahas. Supaya seseorang muslim dapat mengetahui secara jelas dan
mengamalkannya dengan mudah. Dalam kesempatan ini, kami ingin memberikan
pemaparan makalah mengenai wudlu dan tayamum.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah pengertian wudlu dan tayamum ?
2.
Apakah hukum wudlu dan tayamum ?
3.
Apakah rukun, sunnah wudlu dan tayamum ?
4.
Bagaimanakah tata cara wudlu dan tayamum ?
5.
Apakah hal-hal yang membatalkan wudlu dan tayamum
?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN WUDLU DAN TAYAMUM
Wudlu secara bahasa berarti
kebersihan dan secara istilah berarti mempergunakan air pada beberapa anggota
badan tertentu dengan cara tertentu yang dimulai dengan niat.[1]
Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwa wudhu adalah suatu aktivitas yang memnfaatkan
adanya air, yang dilakukan sebelum melakukan ibadah untuk menghilangkan semua
hadas kecil.
Tayamum menurut bahasa
adalah maksud, sedangkan menurut istilah adalah beribadah kepada Allah swt.
Dengan debu yang suci. Allah swt. Berfirman : “Sedangkan kamu tidak mendapatkan air, bertayamumlah kamu dengan debu
yang baik (suci), usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu itu). Sungguh Allah
Maha Pemaaf, Maha Pengampun”. (QS. An-Nisa’ (4) : 43). Maksud dari tanah
yang baik adalah permukaan bumi, seperti pasir, batu, dan debu. Bahkan
Rasulullah saw. bertayamum pada dinding.[2]
2.
HUKUM WUDLU DAN TAYAMUM
a.
Melakukan Shalat
Untuk melakukan
shalat diwajibkan berwudhu' baik untuk shalat wajib maupun shalat sunnah.
Termasuk juga di dalamnya sujud tilawah. Dalilnya adalah ayat Al-Quran Al-Karim
berikut ini :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ
فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ
بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَين[3]
Hai orang-orang yang beriman apabila kamu
hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku
dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki... (QS. Al-Maidah
: 6)
Juga
hadits Rasulullah SAW berikut ini :
عَنْ أَبيِ
هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ s قَالَ : لاَ صَلاَةَ لِمَـنْ لاَ
وُضُوْءَ لَهُ
Dari
Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW bersabda : "Tidak ada shalat kecuali dengan wudhu'’. (HR. Ahmad Abu Daud
dan Ibnu Majah)
b.
Menyentuh Mushaf
Jumhur ulama umumnya
menyatakan bahwa diharamkan menyentuh mushaf Al-Quran bila seseorang dalam
keadaan hadats kecil atau dalam kata lain bila tidak punya wudhu'. Mazhab
Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa haram hukumnya bagi orang yang
dalam keadaan hadats kecil, untuk menyentuh mushaf meski pun dengan alas atau
batang lidi. Sedangkan Al-Hanafiyah meski mengharamkan sentuhan langsung, namun
bila dengan menggunakan alas atau batang lidi hukumnya boleh. Syaratnya alas
atau batang lidi itu suci tidak mengandung najis.
لاَ يَمَسُّهُ إِلاَّ المـُطَهَّرُون
“Tidak ada yang menyentuhnya kecuali
orang-orang yang suci”. (QS. Al-Waqi’ah : 79)
Serta
hadits Rasulullah SAW berikut ini :
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ أَبِي
بَكْرٍ رَحِمَهُ اَللَّهُ أَنَّ فِي اَلْكِتَابِ اَلَّذِي كَتَبَهُ رَسُولُ
اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وِسَلَّمَ لِعَمْرِو بْنِ حَزْمٍ: أَنْ لاَ
يَمَسَّ اَلْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ
Dari
Abdullah bin Abi Bakar bahwa dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah SAW
kepada ‘Amr bin Hazm tertulis : “Janganlah
seseorang menyentuh Al-Quran kecuali orang yang suci”.(HR. Malik).
Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa keharaman menyentuh mushaf
bagi orang yang berhadats kecil ini sudah menjadi pendapat jumhur ulama yang
didukung 4 mazhab utama. Artinya, tidak ada khilafiyah di antara keempat mazhab
itu tentang haramnya seorang yang berhadats kecil untuk menyentuh mushaf.
Sedangkan pendapat yang mengatakan tidak haram yaitu pendapat
Mazhab Daud Ad-Dzahiri. Dalam pandangan mazhab ini yang diharamkan menyentuh
mushaf hanyalah orang yang berhadats besar sedangkan yang berhadats kecil tidak
diharamkan. Pendapat senada datang dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu.
Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum berwudhu’ untuk thawaf di
ka’bah adalah fardhu. Kecuali Al-Hanafiyah. Hal itu didasari oleh hadits
Rasulullah SAW yang berbunyi :
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahw
Rasulullah SAW bersabda: ”Thawaf di Ka’bah itu adalah shalat kecuali Allah
telah membolehkannya untuk berbicara saat thawaf. Siapa yang mau bicara saat
thawaf maka bicaralah yang baik-baik”.(HR. Ibnu Hibban Al-Hakim dan
Tirmidzi)
Dalam pandangan Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah,
menyampaikan Khutbah Jumat juga disyaratkan dalam keadaan suci dari hadats
kecil. Karena kedudukan Khutbah Jumat merupakan bagian dari Shalat Jumat.[4]
2. Sunnah
Sedangkan yang
bersifat sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut ini :
Hal itu didasarkan atas hadits Rasulullah SAW yang menyunnahkan setiap
akan shalat untuk memperbaharui wudhu’ meskipun belum batal wudhu’nya. Dalilnya
adalah hadits berikut ini :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ
النَّبِيِّ s قَالَ : لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى
أُمَّتِي لأَمَرْتهمْ عِنْدَ كُلِّ صَلاةٍ بِوُضُوءٍ وَمَعَ كُلِّ وُضُوءٍ
بِسِوَاكٍ رَوَاهُ أَحْمَدُ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ
Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Seandainya tidak memberatkan ummatku
pastilah aku akan perintahkan untuk berwudhu pada tiap mau shalat. Dan wudhu
itu dengan bersiwak”. (HR. Ahmad dengan isnad yang shahih)
Selain
itu disunnah bagi tiap muslim untuk selalu tampil dalam keadaan berwudhu’ pada
setiap kondisinya bila memungkinkan. Ini bukan keharusan melainkah sunnah yang
baik untuk diamalkan.
وَلَنْ
يُحَافِظ عَلَى الوُضُوءِ إِلاَّ المُؤْمِن
Dari Tsauban bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Tidaklah menjaga wudhu’ kecuali orang yang
beriman”. (HR. Ibnu Majah Al-Hakim Ahmad dan Al-Baihaqi)
Seperti kitab tafsir hadits aqidah fiqih dan lainnya. Namun
bila di dalamnya lebih dominan ayat Al-Quran Al-Karim maka hukumnya menjadi
wajib.
Al-Hanafiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah menyatakan
bahwa berwudhu’ ketika akan tidur adalah sunnah sehingga seorang muslim tidur
dalam keadaan suci. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :
إِذَا
أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى
شَقِّكَ الأَيْمَن
Dari Al-Barra’ bin Azib bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Bila kamu naik ranjang untuk tidur maka
berwudhu’lah sebagaimana kamu berwudhu’ untuk shalat. Dan tidurlah dengan
posisi di atas sisi kananmu”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Al-Malikiyah menyatakan bahwa wudhu’ sebelum tidur hukumnya
mustahab. Dan dalam salah satu qaul dalam mazhab itu disebutkan bahwa wudhu'
junub disunnahkan sebelum tidur.
Sedangkan
Al-Baghawi dari kalangan Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa wudhu menjelang tidur
bukan merupakan sesuatu yang mustahab.
Sebelum mandi janabat disunnahkan untuk berwudhu’ terlebih
dahulu. Demikian juga disunnahkan berwudhu’ bila seorang yang dalam keaaan
junub mau makan minum tidur atau mengulangi berjimak lagi. Dasarnya adalah
sabda Rasulullah SAW :
كَانَ
رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنُبًا فَأَرَادَ
أَنْ يَأْكُل أَوْ يَنَامَ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ
Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bila dalam keadaan junub
dan ingin makan atau tidur beliau berwudhu’ terlebih dahulu seperti wudhu’
untuk shalat. (HR. Ahmad dan Muslim)
Dan dasar tentang
sunnahnya berwuhdu bagi suami istri yang ingin mengulangi hubungan seksual
adalah hadits berikut ini :
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ
ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ
Dari Abi Said al-Khudhri bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Bila kamu berhubungan seksual dengan
istrimu dan ingin mengulanginya lagi maka hendaklah berwuhdu terlebih dahulu”.(HR.
Jamaah kecuali Bukhari)
Untuk meredakan marah ada dalil perintah dari Rasulullah SAW untuk
meredakannya dengan membasuh muka dan berwudhu’
“Bila kamu marah hendaklah kamu
berwudhu”. (HR. Ahmad dalam musnadnya)
Hukum berwudhu ketika membaca Al-Quran Al-Karim adalah sunnah
bukan wajib. Berbeda dengan menyentuh mushaf menurut jumhur. Demikian juga
hukumnya sunnah bila akan membaca hadits Rasulullah SAW serta membaca
kitab-kitab syariah.
Diriwayatkan
bahwa Imam Malik ketika mengimla’kan pelajaran hadits kepada
murid-muridnya beliau selalu berwudhu’ terlebih dahulu sebagai takzim kepada
hadits Rasulullah SAW.
Para ulama sepakat disunnahkannya wudhu untuk orang yang
melakukan adzan. Namun mereka berbeda pendapat bila dilakukan oleh orang yang
mengumandangkan iqamat.
Keempat mazhab yaitu Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah
Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah sepakat disunnahkannya wudhu ketika berdzikir.
Jumhur
ulama mengatakan bahwa wudhu untuk khutbah hukumnya mustahab. Lantaran Nabi SAW
tiap selesai khutbah langsung melakukan shalat tanpa berwudhu' lagi. Setidaknya
hukumnya menjadi sunnah.
Sedangkan
dalam pandangan mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah berwudhu pada khutbah
Jumat merupakan syarat sah.
Para ulama menyepakati bahwa ketika seseorang berziarah ke
makam Nabi SAW maka disunnahkan atasnya untuk berwudhu. Berwudhu yang dilakukan
itu merupakan bentuk pentakdzhiman atas diri Rasulullah SAW.
Selain
itu karena letaknya hari ini yang berada di dalam masjid maka secara otomatis
memang sudah disunnahkan untuk berwudhu sebelumnya.[5]
Hukum
tayamum didasarkan pada surat An-Nisa ayat 43 :“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan (musafir) atau kembali
dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapatkan
air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang suci.”
Ada juga hadist Nabi Muhammad Saw yang
mengatakan :
“Telah dijadikan bagi kita seluruh bumi ini sebagai masjid dan tanahnya menyucikan.”
Disamping itu umat islam telah sepakat bahwa tayamum berfungsi sebagai pengganti wudhu dan mandi (wajib). Meskipun demikian, sebagian ulama berbeda pendapat dalam masalah tayaamum sebagai pengganti dari hadas besar. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa tayamum tidak bisa menjadi pengganti thaharah besar. Sedangkan Ali dan para sahabat lain berpedapat bahwa tayamum itu bias menjadi pengganti thaharah besar. Sebab perbedaan pendapat ini dikarenakan adanya berbagai kemungkinan yang ada dalam ayat tayamum di atas, selain adanya penilaian tidak sahihnya hadist-hadist yang
membolehkan tayamum bagi orang junub.
Di samping itu, bertayamum dibenarkan bagi orang sakit karena dikuatirkan penggunaan air akan mengakibatkan kematian, rusak anggota tubuh atau fungsinya, penyakitnya lebih parah, menambah rasa
sakit, dan sebagainya.
Kekuatiran ini dapat didasarkan atas pengetahuannya sendiri atau keterangan dokter yang adil. Tayamum juga dibenarkan bagi orang yang memiliki air tetapi air
itu diperlukan untuk minum manusia dan hewan. Kondisi ini dianggap tidak dapat menggunakan air.[6]
3.
RUKUN, SUNNAH WUDLU DAN TAYAMUM
·
Rukun Wudlu
1. Niat, pertama anda harus berniat dengan
sungguh-sungguh untuk melakukan wudhu. Niat ada yang dilafalkan dan ada yang
hanya di dalam hati atau tanpa melafalkannya. Lafal niat wudhu “Bismillahirrahmanirrahiim, nawaitu wudhuu’a
liraf’il hadasil ashghari fardhan lillaahi ta’alaa”.
2. Membasuh muka, membasuh seluruh muka
sebanyak tiga kali. Batas muka adalah hingga perbatasan antara muka dan rambut
di kepala hingga dagu. Jika anda orang yang berjenggot sebaiknya anda
membersihkan celah-celah rambut jenggot dengan jari tangan.
3. Membasuh kedua tangan, membasuh tangan
sampai siku sebanyak tiga kali dan dimulai dari tangan kanan dahulu.
4. Membasuh sebagian kepala, caranya dengan
membasahi kedua telapak tangan dengan air, lalu mengusapkannya ke kepala mulai
dari depan ke belakang.
5. Membasuh kedua kaki, membasuh kaki
hingga mata kaki sebanyak tiga kali. Juga membersihkan sela-sela jari kaki, hal
ini bertujuan tuk menghilankan kotoran dan kuman yang terdapat pada celah-celah
jari kaki.
6. Tertib, yaitu tidak memdahulukan bagian
yang satu dengan bagian yang lainnya atau sesuai urutan fardhu wudhu.
Itulah 6 rukun wudhu yang wajib dilakukan
oleh orang islam ketika hendak melaksanakan ibadah sholat. Perlu anda ketahui
tata cara wudhu tidak dapat dibolak-balik sesuka hati.[7]
·
Sunnah Wudlu
-
Membaca
basmalah (Bismillaahir-rahmaanir-rahiim) pada permulaan berwudhu, hal ini wajib
dilakukan ketikan anda berwudhu.
-
Membasuh
kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan, membasuhnya dengan pelan-pelan
dan memastikan semuanya bersih.
-
Berkumur-kumur,
berkumur untuk membersihkan kotoran atau sisa makanan yang tersisa di mulut
hingga bersih sebanyak tiga kali.
-
Membasuh
lubang hidung sebelum berniat, hal ini bertujuan untuk membersihkan kotoran
yang ada pada hidung.
-
Menyapu
seluruh kepala dengan air
-
Mendahulukan
anggota tubuh kanan daripada kiri
-
Menyapu
kedua telinga luar dan dalam
-
Menigakalikan
membasuh
-
Menyela-nyela
jari-jari tangan dan kaki
-
Membaca
do’a sesudah wudhu[8]
·
Syarat-syarat Tayamum
a. Menggunakan debu yang suci, yang belum
digunakan untuk bersuci, dan tidak tercampur dengan sesuatu.
b. Mengusap wajah dan kedua tangan.
c. Terlebih dahulu menghilangkan najis.
d. Telah masuk waktu sholat.
e. Tayamum hanya untuk sekali shalat fardhu.
·
Rukun
Tayamum
a. Niat.
b. Memindahkan debu dari tempatnya ke wajah
dan tangan.
c. Mengusap muka dengan debu dengan sekali
usap.
d. Mengusap dua belah tangan hingga
siku-siku dengan debu sekali usap.
e. Tertib (berurutan).
·
Sunah Tayamum
a. Membaca basmalah
b. Mendahulukan anggota yang kanan daripada
yang kiri
4.
TATA CARA WUDLU DAN TAYAMUM
Tata Cara Wudlu
1. Niat ketika pertama membasuh muka
2. Membasuh muka 3 kali (batas muka: mulai
dari tempat tumbuhnya rambut hingga bawah dagu dan dari telinga kanan sampai telinga
kiri)
3. Membasuh kedua tangan serta kedua kedua
sikunya 3 kali
4. Mengusap sebagian kepala 3 kali
5. Mengusap kedua telinga 3 kali (ini
sunah)
6. Membasuh kedua kaki serta mata kakinya 3
kali
7. Tertib (berurutan).
Tata Cara Tayamum
1. Niat.
2. Memindahkan debu dari tempatnya ke wajah
dan tangan.
3. Mengusap muka dengan debu dengan sekali
usap.
4. Mengusap dua belah tangan hingga
siku-siku dengan debu sekali usap.
5. Tertib (berurutan).[10]
5. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDLU DAN TAYAMUM
·
Hal-hal
yang dapat membatalkan wudhu ada 4
yaitu:
1. Keluarnya sesuatu dari kelamin atau anus
kecuali air mani
2. Hilangnya akalnya (ingatannya) sebab:
tidur,gila,mabuk dan pitam (ayan).(tidur yang tidak membatalkan wudhu ialah
tidurnya orang yang menetapkan duduknya diatas tanah yang tidak mungkin bisa
kentut)
3. Tersentuhnya kulit antara laki-laki dan
perempuan yang bukan mahrramnya dengan tidak memakai pengalang
4. Menyentuh kelamin atau anus dengan
batinnya telapak tangan da jari-jarinya (yang dinamakan dengan batinya: apabila
kedua tangan dihimpitkan).
·
Hal-hal yang dapat membatalkan tayamun, yaitu:
1. Segala yang membatalkan wudhu
2. Melihat air sebelum sholat, kecuali
sakit
3. Murtad
[11]
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Pentingnya menjaga kesucian diri kita secara lahiriah
telah di bahas secara lebih detail di atas, dapat disimpulkan bahwa Wudlu
merupakan hal yang menjamin syarat sahnya sholat sebagai ibadah mahdhah yang
utama. Tanpa mempunyai wudlu sholat seorang muslim dapat dikatakan tidak sah.
Mengenai hal-hal darurat dalam wudlu, bisa digantikan dengan bertayamum.
Semua tentang wudlu dan tayamum telah kami bahas dalam
makalah ini. Apabila terdapat kekurangan dalam penyampaian dan penjelasan
makalah ini, kami mengucapkan maaf.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berpartisipasi untuk makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DAFTAR PUSTAKA
Sa’di, Adil. 2008. Fiqhun-Nisa
Thaharah-Sholat.Bandung: PT. Mizan Publika.
Rifa’i, Moh. 2013. Risalah
Tuntunan Sholat Lengkap.Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Abbas, Abdullah. 2013. Fiqih Thaharah Tata Cara Dan Hikmah Bersuci Dalam Islam.Tangerang:
Lentera Hati.
www.fiqihkehidupan.com
http://www.artikelsiana.com/2015/10/pengertian-tayamum-niat-tata-cara.html
www.eramuslim.com
[1] Abdullah Abbas, Fiqih
Thaharah Tata Cara Dan Bersuci dalam Islam,(Tangerang: Lentera
Hati,2013),hlm. 52
Tidak ada komentar:
Posting Komentar